INTERMEZZO
Selamat malam menuju pagi, kali ini admin akan sedikit membeberkan studi kasus tentang kenakalan anak remaja masa kini yang dimana kenakalan tersebut cukup mengganggu lingkungan sekitar baik di sekolah maupun dimana saja. Sebelumnya admin pada kesempatan ini baru meresmikan avatar baru dan domain baru serta design yang baru lantaran admin sadar di tahun 2012 hdn-blog harus ada perubahan. Kalau anda perhatikan background dari blog ini anda pasti tidak mengenalnya kan? Saya juga kebetulan nggak kenal. Tapi coba kalian perhatikan dengan foto dibawah ini
Saya bingung kok foto diatas beda ya ama backgroundnya? Padahal anaknya sama lho. Nah kata salah satu teman admin mukanya agak-agak mirip ama pemeran cewek yang ada di iklan Walls Selection (bukan yang iklan 2012, tapi yang 2011 dimana harusnya si bapaknya ngomongnya “I’m home” eh malah ama Lowe Indonesia di edit deh jadi Double Dutch. Kalau nggak salah menurut penelusuran admin iklan Walls Selection bukan dari sini).
YA SAATNYA KITA AHIRI INTERMEZZO INI, KITA MENDING LANGSUNG MULAI KE PEMBAHASAN DULU. SEBENARNYA SIH YANG PENTING DIBAWAHNYA BUKAN YANG DIATAS.
PENDAHULUAN (dikutip dari http://www.scribd.com/mobile/documents/32319031, maaf copy paste. Bahannya agak susah didapat)
KONSEP DASAR
Kenakalan anak atau remaja yang pada zaman yang semakin modern ini
semakin mencemaskan dan menjurus pada timbulnya kejahatan, yang sangat
dikhawatirkan pada masa depan bangsa dan Negara Indonesia kelak. Hal ini
tentunya menjadi suatu permasalahan pokok, karena anak atau remaja merupakan
buah yang akan dipetik keberadaannya demi kelangsungan kehidupan berbangsa
dan bernegara dimasa depan nanti. kenakalan anak atau remaja yang dilakukan
dapat berupa kenakalan yang berkelompok. Hal ini dapat diketahui dengan
banyaknya jumlah pelaku kejahatan yang dilakukan oleh anak atau remaja yang
terjadi di dalam masyarakat. Berikut adalah contoh yang dapat penulis kemukakan
10 dari bentuk kenakalan anak atau remaja yang berpotensi menimbulkan kejahatan
dan dilakukan dengan berkelompok adalah :
1. Perkelahian atau tawuran pelajar yang dilakukan oleh siswa Sekolah
Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas.
2. Perampokan di sarana angkutan umum dan bahkan tempat-tempat
umum.
3. Kejahatan yang dilakukan dengan menyebabkan korbannya menderita
luka baik itu secara fisik ataupun non-fisik hingga kejahatan yang
menyebabkan korban jiwa.
”Bukan hanya pencopet dan penodong yang berkeliaran di angkutan, pembajak
juga yang beraksi dengan beringas. Parahnya lagi yang membajak itu adalah para
pelajar yang baru berusia belasan tahun. Kok bisa tunas-tunas bangsa berwatak
penjahat dalam batas usia sedini itu? ”.
Kejahatan yang dilakukan secara berkelompok ini, pada kenyataannya
lebih memprihatinkan ketimbang kejahatan yang dilakukan oleh anak atau remaja
secara individu. Hal ini dapat disebabkan karena dengan cara berkelompok
mereka lebih berani dalam melakukan kejahatan, dan dengan melakukan secara
berkelompok mereka merasa lebih jantan, merasa disegani satu sama lainnya dan
juga terdapat suatu perasaan kebersamaan. Kejahatan yang dilakukan secara
berkelompok ini, lebih banyak mendapatkan perhatian masyarakat bila
dibandingkan dengan kejahatan yang dilakukan perseorangan oleh anak atau
remaja.
Kecenderungan berperilaku agresif berarti tingkah laku dalam tataran kawasan
afektif. Afektif merupakan aspek tingkah laku yang mencakup perasaan dan
emosi serta menggambarkan sesuatu di luar ruang lingkup kesadaran,
misalnya: minat, motivasi, nilai, keyakinan, aspirasi, konsep diri, dan
sebagainya. Status afeksi seseorang terdiri dari tiga komponen yaitu emosi,
kognisi dan tingkah laku. Apabila dianalisis afeksi seseorang terhadap sesuatu,
maka komponen emosi yang dominan sebagai perasaan subyektif yang
dipunyai orang tersebut terhadap suatu obyek.
Dalam wujudnya kenakalan anak atau remaja tersebut membawa dampak
psikologis di dalam masyarakat. Sama halnya kejahatan yang dilakukan oleh
orang dewasa, kejahatan yang dilakukan oleh anak atau remaja ini, sudah barang
tentu memiliki jenis-jenis kejahatan.
Jensen membagi kenakalan anak / remaja menjadi 4 jenis, yaitu :
1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain; perkelahian,
perkosaan, perampokan, pembunuhan dll.
2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi ; perusakan, pencurian,
pencopetan, pemerasan dll.
3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain ;
pelacuran, penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin dapat juga
dimasukan hubungan seks sebelum menikah dalam jenis ini.
4. Kenakalan yang melakukan status, misalnya mengingkari status anak
sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua
dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan
sebagainya. Pada usia mereka, perilaku-perilaku mereka memang belum
melanggar hukum dalam arti yang sesungguhnya, karena yang dilanggar
adalah status-status dalam lingkungan primer ( keluarga ) dan sekunder (
sekolah ) yang memang tidak diatur oleh hukum secara terinci. Akan
tetapi kalau kelak remaja ini dewasa, pelanggaran status ini dapat
dilakukannya terhadap atasannya di kantor / petugas hukum di dalam
masyarakat. Karena itu pelanggaran ini oleh Jensen digolongkan juga
sebagai kenakalan dan bukan sekedar perilaku menyimpang.
Kenakalan anak / remaja juga dapat digolongkan dalam dua kelompok
yang besar kaitannya dengan norma hukum, yakni :
1. Kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial serta tidak diatur dalam
undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai
pelanggar hukum.
2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai
dengan undang-undang dan hukum yang berlaku. Hal ini sama dengan
perbuatan melanggar hukum bilamana perbuatan itu dilakukan oleh orang
dewasa5.
Kenakalan anak atau remaja yang menurut istilah hukum sebagai “
Juvenile Delinquency “, terlalu sering dilakukan oleh anak atau remaja terhadap
lingkungannya. Hal ini dapat disebabakan karena anak atau remaja tersebut
sedang dalam proses mencari jati diri untuk menjadi manusia dewasa. Dilain sisi,
kenakalan tersebut adalah sebuah bentuk kebebasan yang tidak terkontrol oleh
orang tua, masyarakat dan Negara, sehingga kenakalan tersebut cenderung
kebabalasan dan menimbulkan suatu kejahatan yang melawan hukum.
Sebagai dampak lain dari pesatnya kemajuan pembangunan diwilayah
perkotaan. Gairah anak atau remaja didalam bersosialisasi dan berkehidupan
tentunya mengalami trend pola pikir dan gaya hidup yang cenderung bebas.
Adanya kesenjangan kehidupan antara satu dengan lainnya, menjadikan satu
alasan lain mengapa dapat timbul kejahatan anak atau remaja. Tingkat pergaulan
dengan sesama dapat menentukan kehidupan anak atau remaja tersebut. ”Dengan
kata lain, ada kesenjangan ekonomi, sosial dan budaya yang terpapar setiap hari.
Kesenjamgan sosial yang tajam dan empirik telah menimbukan perasaan cemburu
bagi yang tidak mampu dan pada gilirannya dapat pula menimbulkan perilaku
penyimpangan sosial dengan berbagai akibatnya”.
Persoalan rezeki, ekonomi dan kebutuhan material adakalanya menyebabkan
keterjatuhan anak-anak dan remaja ke dalam jurang kebejatan moral atau
tindak kriminal. Seorang sahabat bagi seseorang ibarat sebuah mobil yang
membawa teman-temannya; ketika mobil itu jatuh ke jurang, maka seluruh
penumpang yang berada di dalamnya niscaya akan ikut terjatuh. Bila seorang
sahabat berada dalam kesesatan, secara otomatis kesesatan itu akan menular
kepada orang-orang yang bersamanya.
Bagi seorang anak atau remaja, pendidikan sangatlah diperlukan untuk
bekal dan kehidupannya agar jangan sampai terjerumus kedalam hal-hal yang
dapat menyebabkan kenakalan sehingga dapat menimbulkan suatu tindak
kejahatan. Tidaklah mudah memberikan pendidikan kepada anak atau remaja,
karena antara yang satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan karakter, sikap
dan tindakan. Perbedaan diantara anak atau remaja inilah yang dapat menjadi
penghambat tumbuhnya anak atau remaja yang baik budi pekertinya. Selain itu
diperlukan juga adanya kemantapan dalam mendidik anak atau remaja, agar dapat
berkembang dengan baik dan menjalin kontak pengertian antara pendidik dengan
anak atau remaja tersebut.
Adapun sebab-sebab timbulnya kesulitan-kesulitan tersebut di atas
masing- masing ialah :
1. Kemalasan dan kesewenang-wenangan sang oknum pengajar itu sendiri
belaka serta tidak adanya rasa tanggung jawab yang bersangkutan atas
pelaksanaan tugasnya.
2. Kurangnya kemantapan atau konsistensi kerja dan berpikirnya pengajar
yang bersangkutan sehingga ia mudah terpengaruh oleh berbagai saran
orang lain yang dengan bulat-bulat dikabulkannya saja tanpa disaring dan
dipertimbangkan dahulu baik-buruknya serta untung-ruginya menuruti
saran tersebut.
Di samping itu ia pun mungkin juga begitu mudah terpengaruh oleh
berbagai kebijaksanaan dan metode mengajar dari guru-guru lainnya
sehingga ia hanya mencontoh-contoh saja dari metode yang satu ke
metode yang lain tanpa dipikirnya lagi akibat dari caranya mengajar itu
bagi para muridnya. Sebab lain yang dapat menjadi gejala penimbul
kesulitan ini ialah adanya sifat pembosan pada diri pengajar yang
bersangkutan.
3. Tidak adanya bakat/hobi mendidik pada orang tua atau wali anak yang
bersangkutan.
Hal ini dapat kita mengerti bila seandainya orang tua atau wali tersebut
bukanlah seorang guru sehingga mereka tidak memiliki pandangan dan
pengalaman yang cukup tentang liku-liku pendidikan serta tanggapan
kejiwaan anak mereka sendiri terhadap pendidikan yang telah
diperolehnya itu.
4. Kurang mempunyai atau kurang maunya sang ayah atau sang ibu itu untuk
membagi dan menyediakan waktu bagi pendidikan anaknya, berhubung
sudah adanya orang lain yang diandalkan sebagai penanggung jawab
penuh untuk hal ini (misalkan istrinya atau suaminya atau orang lain lagi
yang sudah dipercaya dan sebagainya).
5. Memang terlampau sulitnya atau terlampau beratnya mata pelajaran yang
dihadapi sehingga baik bagi pihak guru maupun murid kesulitan tersebut
tetap terasa meskipun kedua belah pihak telah sama-sama berusaha keras
untuk mengatasinya. Untuk menanggulangi kenakalan anak atau remaja yang sudah menjurus
pada perilaku yang bertentangan dengan perbuatan pidana, secara teori diajukan
beberapa konsep tindakan, yaitu tindakan Preventif, Represif dan Kuratif.
Pengertian Kenakalan Anak / Remaja
1. Pengertian Anak / Remaja.
Masa remaja apabila diperhatikan perkembangan manusianya sejak masih berada dalam kandungan sampai
dengan masa kelahiran terlihat bahwa setiap orang akan mengalami perubahan. Bila dilihat dari
perubahan fisik, biasanya perubahan tersebut hampir sama antara satu dengan lainnya.
Seolah-olah ada batas-batas perubahan yang sama antara satu dengan yang lainnya, selama proses
perkembangan berjalan. Tetapi ketika manusia memasuki masa remaja, perkembangan antara pria dengan
wanita terlihat perbedaan karena kodratnya. Hal ini disebabkan mulai bekerjanya kelenjar
kelamin pada setiap remaja. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena
sifat-sifat khas dan perannya yang menentukan dalam kehidupan dan lingkungan orang dewasa.
Masalah mengenai kenakalan anak atau remaja merupakan masalah yang selalu menarik, hal ini
disebabkan karena kenakalan anak atau remaja akan selalu terjadi pada setiap generasi bangsa.
Apabila berbicara tentang anak atau remaja, seringkali timbul pertanyaan, umur berapakah seseorang
tersebut dikatakan remaja?.
Sebenarnya batasan umur seorang remaja tidak dapat ditentukan begitu saja. Karena di samping belum
ada kesepakatan pendapat diantara para ahli mengenai klasifikasi umur, juga disebabkan karena
masalah tersebut bergantung pada keadaan masyarakat di mana remaja tersebut hidup dan bergantung dari sudut mana pengertian itu
ditinjau. Dalam pengertian yang dikemukakan oleh pakar psikologi (Dr. Kartini Kartono), remaja adalah suatu
tingkatan umur, dimana seorang anak tidak lagi bersikap seperti anak-anak, tetapi belum dapat juga
dipandang sebagai orang dewasa. Jadi seorang anak atau remaja adalah batasan umur yang menjembatani
antara umur anak-anak dengan dewasa.
Pada masa remaja ini adalah merupakan masa-masa yang rawan bagi suatu generasi. Karena pada masa
ini remaja ditempatkan disuatu pilihan menuju tahap kedewasaan antara mempertahankan potensi
keremajaannya dengan hal-hal negatif yang dapat membuat remaja tersebut terperosok ke dalam
kenakalan. Oleh dari itu masalah kenakalan anak atau remaja ini bukanlah merupakan masalah yang
baru pada tiap-tiap kehidupan generasi bangsa, serta dapat dipastikan bahwa pada masa-masa ini akan
timbul suatu bentuk kenakalan antara satu dengan yang lainnya yang berbeda-beda ukuran
kenakalannya. Hanya saja bentuk kenakalan tersebut tidaklah sama antara generasi satu dengan
seterusnya, ada kemungkinan kenakalan anak atau remaja tersebut semakin melampaui batas-batas
kewajaran nakal.
Ada batasan-batasan mengenai kapan seseorang anak itu dianggap dewasa:
1. Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah dua puluh satu tahun, sepanjang
anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
2. Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan
tidak lebih dahulu menikah. Apabila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi
dalam kedudukan belum dewasa.
3. Belum cukup umur (minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelum umur enam belas tahun.
4. Menurut Hukum Adat “anak-anak dibawah umur” adalah mereka yang belum menunjukkan tanda-tanda
fisis yang konkrit, bahwa ia telah dewasa.
Sehubungan dengan hal tersebut Zakiah Darajat mengemukakan :
Remaja adalah usia transisi seorang individu yang telah meninggalkan usia kanak-kanak, yang lemah
dan penuh ketergantungan akan tetapi belum mampu ke usia dewasa yang kuat dan penuh tanggung
jawab baik terhadap diri sendiri maupun masyarakat. Banyaknya masa transisi ini bergantung kepada
keadaan dan tingkat sosial masyarakat dimana ia hidup. Selain itu harus mempersiapkan diri untuk
mampu menyesuaikan dengan masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya. Namun demikian secara
sederhana dan umum menurut masyarakat maju, masa remaja itu lebih kurang antara 13 tahun dan 21
tahun.14
Setelah ditelusuri dan dilihat dari peraturan perundang-undangan, maka seseorang itu dapat
diklasifikasikan sebagai seorang remaja apabila belum berumur 21 tahun atau terlebih dahulu
menikah sebelumnya.
Dari keterangan yang dikemukakan di atas terlihat adanya keanekaragaman pendapat mengenai
batasan umur remaja. Karena selama masa remaja akan timbul masalah-masalah yang menentukan
bagaimana anak atau remaja itu bersikap dan menghadapi.
2. Pengertian Kenakalan Anak / Remaja.
Kenakalan anak / remaja yang menurut istilah hukum “juvenile delinquency” bukanlah suatu
pengertian yang sederhana karena pengertian ini mencakup semua orang yang masih muda usianya. Kenakalan anak atau remaja berarti hal-hal yang
berbeda bagi individu-individu yang berbeda dan ini berarti hal-hal yang berbeda bagi
kelompok-kelompok yang berbeda.
Dalam hal ini hampir segala bentuk perbuatan anak atau remaja yang nyata bersifat melawan hukum
dan anti sosial tidak disukai oleh masyarakat atau bahkan pula dapat merugikan orang lain dapat
disebut sebagai kenakalan anak / remaja. Karena perbuatan-perbuatan anak atau remaja tersebut
menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak.
Kenakalan berasal dari kata nakal. Kata nakal mempunyai dua arti yaitu :
a. Suka berbuat kurang baik (tidak menurut, menggangu, jahil dan sebagainya,
terutama bagi anak-anak).
b. Buruk kelakuan (lacur dan sebagainya)
Kenakalan anak-anak terbagi dalam dua jenis ; kenakalan yang dilakukan secara sadar dan sengaja,
serta kenakalan secara tidak sadar dan tanpa sengaja.
1. Dalam melakukan kenakalan secara sadar dan sengaja, pada dasarnya seorang anak memahami betul
perbuatan buruk yang dilakukannya. Ia tahu bahwa dirinya tengah melakukan perbuatan tercela dan
sadar terhadap apa yang diperbuatnya. Namun ia sengaja melakukan kenakalan itu demi memaksa orang
tuanya untuk memenuhi keinginannya.
2. Adapun kenakalan secara tidak sadar dan tanpa sengaja terjadi di mana seorang anak melakukan
perbuatan buruk tanpa memahami keburukan perbuatannya itu. barangkali ia menyangka apa yang
dilakukannya demi mencapai keinginannya itu sebagai perbuatan baik. Kenakalan anak secara tidak
sadar dan tanpa sengaja akan menyebabkan seorang anak memiliki sikap emosional, bahkan adakalanya
sampai memicu terjadinya kelainan jiwa. Di Indonesia masalah kenakalan anak atau remaja ini dirasa telah mencapai tingkat yang
meresahkan masyarakat. Kondisi sosial ini memberi dorongan yang kuat kepada pihak-pihak yang
bertanggung jawab mengenai masalah ini, baik kelompok edukatif di lingkungan sekolah dan
instansi pendidikan lainnya serta kelompok pakar hukum di bidang penyuluhan dan penegakan hukum,
pimpinan atau tokoh-tokoh masyarakat di bidang pembinaan kehidupan bermasyarakat dan pemerintah
sebagai pembentuk kebijakan-kebijakan umum dalam membina, mencipta dan memelihara keamanan dan
ketertiban di dalam lingkungan berbangsa dan bernegara. Faktor lainnya yang tidak boleh
dikesampingkan adalah peranan masyarakat dan keluarga di dalam menunjang hal ini.
Permasalahan mengenai pertanggung jawaban akibat kenakalan yang berpotensi menimbulkan kejahatan
bagi anak di bawah umur secara langsung disinggung dalam pasal 45, 46 dan 47 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP).
Perbuatan Juvenile Delinquency menurut sudut pandang ilmu hukum, teristimewa hukum pidana
terdapat beberapa perbuatan yang nyata-nyata melawan hukum. Di tengah-tengah kehidupan
bermasyarakat, banyak bukti yang menunjukkan bahwa sering kali terjadi perbuatan melawan hukum
dilakukan oleh anak atau remaja. Di samping itu anak atau remaja yang melakukan perbuatan melawan
hukum sering kali melakukan delik kekerasan yang pada akhirnya kenakalan anak atau remaja
tersebut seringkali menjurus pada timbulnya kejahatan yang berakibat pada kejahatan terhadap
nyawa dan jasmani seseorang.
Tidak kalah seringnya kenakalan yang dilakukan oleh anak atau remaja tersebut meliputi kejahatan
pemerasan, delik-delik ini sering dilakukan di tempat-tempat umum yang ramai dikunjungi orang.
Paradigma kenakalan anak atau remaja yang mengakibatkan kejahatan lebih luas cakupannya.
Kenakalan anak atau remaja tersebut saat ini meliputi perbuatan-perbuatan yang sangat meresahkan di
lingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga. Sebagai contoh dari kenakalan ini antara lain :
mencorat-coret tembok, pencurian dengan kekerasan, perkelahian antar pelajar, mengganggu wanita di
jalan sehingga menimbulkan pemerkosaan atau pencabulan, sikap anak atau remaja yang memusuhi orang
tuanya atau perbuatan-perbuatan lainnya yang tercela dan memprihatinkan bangsa dan Negara berupa
menggunakan narkotika, pornografi dan kejahatan dunia maya (Cyber Crime).
B. Jenis-jenis Kenakalan Anak / remaja.
Kenakalan dalam diri seorang anak atau remaja merupakan perkara yang lazim terjadi. Tidak seorang
pun yang tidak melewati tahap / fase negatif ini atau sama sekali tidak melakukan perbuatan
kenakalan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa golongan anak atau remaja di suatu daerah
tertentu saja. Dengan kata lain, keadaan ini terjadi di setiap tempat, lapisan dan kawasan
masyarakat. Perbuatan anak atau remaja yang menimbulkan kenakalan dan bahkan menyebabkan terjadinya kejahatan
dapat dilihat melalui beberapa gejala tertentu. Antara lain, adanya ketidak laziman yang
berkenaan dengan pola makan, bersenang-senang atau menjalankan tugas dan program pelajaran di sekolah atau instansi pendidikan
lainnya. Bentuk kenakalan anak atau remaja terbagi mengikuti tiga kriteria, yaitu : “kebetulan,
kadang-kadang, dan habitual sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan titik
patahan yang tinggi, medium dan rendah. Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan
tripartite, yaitu : historis, instinktual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi.
Misalnya berkenaan dengan sebab-musabab terjadinya kejahatan instinktual, bisa dilihat dari aspek
keserakahan, agresivitas, seksualitas, kepecahan keluarga dan anomali-anomali
dalam dorongan berkelompok”. Klasifikasi ini dilengkapi dengan kondisi mental, dan hasilnya menampilkan suatu bentuk anak atau remaja yang agresif, serakah, pendek pikir, sangat emosional dan tidak mampu mengenal nilai-nilai etis serta kecenderungan untuk
menjatuhkan dirinya ke dalam perbuatan yang merugikan dan berbahaya.
Adapun macam dan bentuk-bentuk kejahatan yang dilakukan oleh anak atau remaja dibedakan menjadi
beberapa macam yaitu :
1. Kenakalan biasa.
2. Kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal.
3. Kenakalan khusus.
Ad. 1. Kenakalan biasa.
Adalah suatu bentuk kenakalan anak atau remaja yang dapat berupa berbohong, pergi keluar
rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah
sembarangan, membolos dari sekolah dan lain sebagainya.
Ad. 2. Kenakalan yang menjurus pada tindakan Kriminal.
Adalah suatu bentuk kenakalan anak atau remaja yang merupakan perbuatan pidana, berupa kejahatan
yang meliputi : mencuri, mencopet, menodong, menggugurkan kandungan, memperkosa, membunuh, berjudi,
menonton dan mengedarkan film porno, dan lain sebagainya.
Ad. 3. Kenakalan Khusus.
Adalah kenakalan anak atau remaja yang diatur dalam Undang- Undang Pidana khusus, seperti kejahatan
narkotika, psikotropika, pencucian uang (Money Laundering), kejahatan di internet (Cyber Crime),
kejahatan terhadap HAM dan sebagainya.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Kenakalan Anak / Remaja.
Kenakalan anak atau remaja tidak timbul dan ada begitu saja dalam setiap kehidupan, karena
kenakalan-kenakalan tersebut mempunyai penyebab yang merupakan faktor terjadinya kejahatan anak
atau remaja. Untuk mengetahui sebab musabab timbulnya kenakalan anak / remaja harus
diperhatikan faktor-faktor dari dalam diri anak / remaja tersebut, faktor keluarga, lingkungan dan hal- hal lainnya
yang dapat mempengaruhi seseorang anak itu melakukan kenakalan.
Kenakalan anak / remaja yang sering terjadi di dalam masyarakat bukanlah suatu keadaan yang
berdiri sendiri. Kenakalan anak / remaja tersebut timbul karena adanya beberapa sebab dan
tiap-tiap sebab dapat ditanggulangi dengan cara-cara tertentu. Pada pendahuluan skripsi ini telah
disinggung beberapa faktor- faktor yang menjadi penyebab timbulnya kenakalan tersebut, antara lain :
1. Kondisi pertumbuhan.
Adakalanya kenakalan seorang anak / remaja terjadi pada tahap-tahap pertumbuhannya. Sebagaimana
yang sering kita saksikan, pada tahapan- tahapan tertentu, sang anak mulai menunjukkan
kemandiriaannya dan tidak bersedia terikat dengan aturan apapun. Ia berusaha menundukkan orang
lain dan menolak mengikuti setiap perintah. Dalam mencapai kemandiriannya, sang anak melakukan
kenakalan dan berulah tertentu demi melancarkan protes (dengan kata-kata) atau kritikan. Dengan
cara seperti inilah, ia ingin menunjukkan kepribadiannya. Kenakalan seperti ini harus segera
diperbaiki. Dan sang anak harus segera dikembalikan ke dalam kondisinya yang normal dan
alamiah.
2. Kerusakan syaraf.
Sebagian anak-anak, dikarenakan kerusakan syarafnya, selalu mempersulit keadaan, bersikap sensitif,
dan senang mencari-cari alasan. Ia memiliki banyak keinginan dan ingin segera mewujudkannya tanpa
melalui pertimbangan yang matang. Ketika keinginannya dihambat, ia akan berulah dan
berbuat nakal. Kerusakan syaraf ini besar kemungkinan berasal dari faktor genetik atau
kondisi lingkungan yang kurang baik. Atau terkadang bersumber dari sejumlah penyakit lainnya.
3. Tidak memperhatikan kebutuhan anak.
Adakalanya kenakalan seorang anak timbul lantaran faktor orang tua, khususnya ibu, yang tidak
memperhatikan segenap kebutuhannya. Misalnya, sang anak meminta makan kepada ibunya, dan ibunya itu
kemudian berkata, “bersabarlah!” mendengar jawaban itu, sang anak akan mulai menangis dan
merengek-rengek menuntut pemenuhan keinginannya. Atau seorang anak yang suka makan (banyak),
kemudian meminta makanan dari kedua orang tuanya. Memang, orang tuanya itu tidak menghalangi atau
mencegah keinginannya. Namun pemberian mereka itu masih dianggap kurang oleh sang anak. Atau
seorang anak menghendaki sesuatu dari toko, dan kedua orang tuanya tidak memenuhi keinginannya atau menolaknya dengan cara-cara yang kasar. Disebabkan inilah, sang anak kemudian berbuat nakal dan bersikeras untuk meraih keinginannya.
4. Pendidikan buruk.
Dalam hal ini bisa dianggap pendidikan yang salah kaprah, berhubungan dengan cara pendidikan anak
yang keliru, yang kemudian menimbulkan pelbagai dampak (buruk).
Adakalanya seorang ibu terlampau berlebihan dalam mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada
anak-anaknya. Ini menjadikan sang anak bersikap manja dan tergantung kepadanya. Ketika sang anak
menangis, ibunya berusaha menghentikan tangisnya dengan cara memenuhi keinginannya. Itu
dilakukan agar sang anak menjadi terdiam dan tidak menangis lagi. Namun, pada masa-masa berikutnya,
semua itu akan menjadi kebiasaan (buruk) bagi sang anak. Sikap inilah yang memicu sang anak untuk
menangis, berbuat nakal, dan menentang perintah.
5. Faktor perasaan.
Seorang anak pada umumnya haus akan kasih sayang orang tuanya serta merindukan seseorang yang mau
mencurahkan perhatian kepadanya. Namun, sewaktu merasa kasih sayang yang diberikan orang tua
kepadanya masih kurang, sang anak akan berusaha dengan berbagai macam cara untuk menarik
perhatian dan kasih sayang orang tuanya itu. umpama, berpura-pura terjatuh ke tanah dan menangis
sedih. Ia tak akan berhenti melakukannya sampai dirinya memperoleh kasih sayang yang
diharapkannya.
Apabila kondisi seperti ini terus dibiarkan, sementara kedua orang tuanya tidak kunjung
memperhatikan kebutuhannya, niscaya ia akan melakukan kenakalan. Lebih dari itu, kondisi kejiwaan
sang anak akan berada dalam bahaya dan akan dihinggapi sifat dengki atau merasa terasing di tengah-
tengah keluarganya sendiri. Untuk melawan kondisi semacam ini, sang anak akan selalu berbuat nakal
sampai ibunya mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepadanya.
6. Penyakit kejiwaan.
Sebagian penyakit kejiwaan direfleksikan dalam bentuk kenakalan, mencari-cari alasan, dan
berprasangka buruk. Barangkali, masih terlalu dini bagi kita untuk membahas soal penyakit kejiwaan
anak-anak. Namun kita tidak boleh lupa bahwa sebagian anak-anak telah terjangkiti sindrom
skizofrenia.
Di antara ciri dari sindrom atau penyakit ini adalah sikap mengasingkan diri secara ekstrem,
hanyut dalam kesedihan dan kegundahan hati, serta membatasi dunia kehidupannya sendiri. Dalam
beberapa keadaan, penderitanya seringkali menangis tanpa sebab. Dan sewaktu anda bertanya kepadanya
tentang penyebab tangisnya, ia akan segera tutup mulut dan tidak berbicara sepatah kata pun kepada
anda. Ia akan selalu berusaha menumpahkan air matanya. Kadangkala, baginya sebuah perkara kecil bisa menjadi besar dan
menyebabkan tangisannya.
7. Faktor kesehatan.
Dalam beberapa keadaan, kenakalan seorang anak timbul lantaran faktor kesehatan. Misalnya,
tiba-tiba anda melihat anak anda berteriak lantaran hal sepele, kemudian menangis dan membuat
kegaduhan. Tanpa meneliti penyebabnya, anda langsung marah atau jengkel dan bahkan memukulnya.
Namun selang beberapa saat, barulah anda mengerti ternyata anak anda itu tengah menderita sakit
gigi atau telinganya berdarah. Sementara ia belum sempat menjelaskan keadaannya itu kepada anda.
Penelitian menunjukkan bahwa kondisi kesehatan dan kenakalan anak saling terkait satu sama lain.
8. Faktor kejiwaan.
Faktor kejiwaan tidak identik dengan penyakit kejiwaan. Namun lebih dimaksudkan dengan keinginan
terhadap sesuatu yang bersumber pada sifat dasar manusia, seorang anak menghendaki kebebasan dan
kemandirian, tercapainya tujuan tertentu, serta bergaya hidup tersendiri. Namun, sewaktu merasa
kedua orang tuanya menghalangi keinginannya, ia lantas memikirkan cara untuk menyingkirkan
penghalang tersebut. Kalau merasa tak sanggup menghancurkan penghalang dengan kata-kata atau
logika, maka sang anak akan menempuh cara lain demi meraih tujuannya itu. dan demi kesuksesannya,
ia tak akan sungkan-sungkan menggunakan cara-cara yang menyimpang.
9. Faktor peraturan.
Dalam beberapa keadaan, penyebab kenakalan dan kekeraskepalaan anak- anak berasal dari peraturan
yang diberlakukan orang tua yang mempersulit keadaannya. Ya, pemaksaan kehendak hanya akan
mendorong sang anak berani menentang atau melawan perintah orang tua.
Mencampuri urusan anak dan membatasi kebebasannya juga dapat memicu kenakalan anak,
khususnya bagi yang masih berusia 2,5 hingga tiga tahun. Memaksakan anak untuk makan atau tidur
serta mengenakan pakaian tertentu, terlebih dengan menyertakan ancaman tertentu, merupakan faktor
lain yang mendorong anak berbuat nakal.
10. Faktor ajaran buruk.
Dari satu sisi, masalah kenakalan anak merupakan problem akhlak. Sementara pada sisi yang lain
merupakan problem perasaan. Apabila kita mampu mengarahkan kenakalan sang anak sejak masih kecil,
niscaya ia akan tumbuh dewasa dengan wajar dan normal. Kenakalan merupakan perilaku yang dapat
menular. Karena itu, kenakalan atau perilaku buruk anggota keluarga, terutama kedua orang tua,
sangat berpengaruh dalam memicu kenakalan anak. Kedua orang tua merupakan contoh (teladan) bagi
anak-anaknya. Setiap anak akan meniru gerak-gerik dan perilaku orang tua atau anggota
keluarga lainnya. Kadangkala, sang anak mempelajari kenakalan atau ulah tertentu dari teman-teman pergaulannya.Timbulnya kenakalan anak / remaja yang terjadi dalam kehidupan sehari- hari dapat penulis analisa
karena beberapa faktor yang telah dijelaskan diatas, yaitu : Tidak memperhatikan kebutuhan anak,
sehingga anak / remaja tersebut cenderung melakukan hal-hal yang melanggar peraturan, dilain sisi
anak tersebut membutuhkan perhatian dari orang tua dan lingkungannya. Faktor pendidikan buruk dan
Faktor ajaran buruk, yang mempengaruhi anak / remaja tersebut terjerumus dalam ajaran yang sesat,
menyalahi peraturan dan bertindak diluar batas-batas kewajaran. Faktor perasaan dan Faktor
kejiwaan, yang dalam hal ini setiap perbuatan nakal anak / remaja tersebut berawal dari kondisi
psikologis mereka yang ditimbulkan dari rasa penasaran terhadap sesuatu tetapi mendapatkan hambatan
dari pihak lain. Dan faktor peraturan, yang membuat gerak-gerik perbuatan sang anak dipersulit.
Dalam hal ini keputusan orang tua yang terlalu mengekang setiap perbuatan anak / remaja tersebut.
Memang benar bahwa individu ataupun kelompok mempunyai kebebasan untuk memilih akan mematuhi atau
tidak suatu sistem atau struktur kehidupan tertentu, tetapi pada hakikatnya karena situasi dan
kondisi menyebabkan individu atau kelompok tersebut lebih bersedia mengikatkan diri demi
kepentingannya, meskipun tindakannya itu bertentangan dengan nurani dan keyakinannya.
Selain faktor-faktor diatas, masih banyak lagi faktor lainnya ; seperti tidak memperhatikan
perasaan seorang anak lantaran banyaknya anak dalam keluarga, kesibukan orang tua, kekacauan dalam
lingkungan keluarga sehingga menjadikan sang anak tidak merasa aman tinggal di rumah, tidak adanya kemampuan orang tua dalam
menyelesaikan urusan anak-anak, ketidaksanggupan menanggung beban derita, perasaan sakit,
terjadinya musibah, terjangkitnya berbagai penyakit fisik yang mengganggu pikiran sang anak, dan
lain sebagainnya.
Keluarga sebagai penyebab timbulnya kenakalan anak atau remaja merupakan salah satu faktor yang
berperan besar. Hal ini disebabkan karena keluarga merupakan lingkungan yang terdekat untuk
membesarkan, mendewasakan dan di dalamnya anak mendapatkan pendidikan yang pertama kali. Keluarga
merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling kuat dalam
membesarkan anak dan terutama bagi anak yang belum sekolah. Oleh karena itu keluarga memiliki
peranan yang penting dalam perkembangan anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif bagi
perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek atau buruk akan berpengaruh negatif. Oleh karena
sejak kecil anak atau remaja dibesarkan oleh keluarga dan untuk seterusnya. Sebagian besar waktu
pertumbuhan dan perkembangan kedewasaan anak atau remaja adalah di dalam keluarga, maka sudah
sepantasnya kalau kemungkinan timbulnya delinquency itu sebagian besar berasal dari keluarga.
Lingkungan pendidikan juga tidak dapat lepas dalam berperan serta mencegah timbulnya Juvenile
Delinquency. Pendidikan nasional di Negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila,
bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa
terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Selain itu, lingkungan pendidikan nasional Indonesia juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam
rasa cinta pada tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial.
Sejalan dengan itu dikembangkan iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya
diri sendiri serta sikap dan perilaku yang inovatif dan kreatif.
Proses pendidikan yang kurang baik dan menguntungkan bagi perkembangan jiwa anak atau remaja, kerap
menimbulkan pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap peserta didik. Hal ini timbul karena
dalam lingkungan sekolah terdiri dari berbagai macam karakter anak. Sesuai dengan keadaan seperti
ini sekolah-sekolah maupun instansi pendidikan dapat menjadi sumber terjadinya konflik-konflik
psikologis yang pada akhirnya menimbulkan kenakalan anak atau remaja (Juvenile Delinquency).
Di lain sisi ada beberapa faktor-faktor lain yang dapat memicu terjadinya kenakalan anak atau
remaja. Faktor pemicu tersebut terdiri dari faktor pemicu internal-kultural, yang berupa ketegangan
psikis si anak atau remaja, kelabilan emosi, kurangnya fondasi emosional dan sebagainya. Sedangkan
faktor yang lainnya adalah faktor pemicu eksternal-struktural, menyangkut masalah makro dan mikro
kehidupan. Antara lain permasalahan globalisasi informasi dan komunikasi, urbanisasi, transportasi,
kecemburuan sosial, kesenjangan pendidikan dan pekerjaan, pengangguran, perkembangan teknologi yang
tidak tersaring, konflik di wilayah pemukiman, penggunaan narkotika, psikotropika, minuman keras
dan sebagainya.
STUDI KASUS
Kali ini Madesu Khinzir akan membahas sebuah kasus kenakalan remaja dimana kenakalan ini masuk dalam poin ke empat dari jenis kenakalan remaja dan ini masuk dalam kenakalan remaja yang umum. Tapi ada beberapa hal yang lebih menjurus ke perbuatan kriminal. Sebelumnya marilah kita lihat objek dari kasus ini
Sebutlah saja yang kiri bernama Hanan, yang sebelahnya Sheilla, yang sebelahnya Ayu, yang sebelahnya Cassy, dan yang kanan adalah Fahira. Mereka kebetulan merupakan teman sepermainan yang sudah dekat sejak mereka kecil. Kalo tidak salah dengar mereka sudah bersahabat sejak duduk di bangku kelas 4 SD. Orang tua mereka kebetulan memang kaya raya. Tapi memang mereka kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. Awalnya saat masih SD sampai kelas 1 SMP mereka masih dalam kelompok anak baik-baik. Namun lambat laun karena mereka terlalu mengikuti arus globalisasi yang begitu parah maka pada akhirnya mereka ikut-ikutan juga. Cassy adalah ketua dari kelompok yang kebetulan bernama fünfundzwanzig yang berarti duapuluh lima. Sebenarnya yang ada di foto ini hanyalah leader utama dari kelompok tersebut. Sisanya ada yang pergii ke acara keluarga, ada yang kebetulan sakit, ataupun urusan-urusan lain yang saya kurang begitu ketahui. Tempat nongkrong mereka biasanya di daerah Tebet (terutama di Comic Café), Kawasan Mall di Senayan (PS, Sency, FX), dan satu lagi kalo tidak salah lagi di daerah Buaran dimana Cassy sering mengadakan rapat mingguan disana. Rata-rata leader dari mereka sudah tidak perawan lantaran sudah “dijebol” oleh pacarnya kecuali Fahira. Fahira kebetulan masih single. Dia memang tidak suka pacaran. Dan semua anak fünfundzwanzig adalah seorang smokers. Marlboro Lights atau Black Menthol, Dunhill Menthol atau Switch, Sampoerna Mild Menthol, Avolution merupakan rokok yang paling sering dikonsumsi. Mereka juga adalah seorang pemabuk alkohol berat. Hampir saja mobil Sheilla bakal mengalami kejadian seperti Afriyani yang menabrak 9 orang. Cuman saat itu dia sedang selamat saja. Saat itu memang fünfundzwanzig sedang pesta whisky yang kebetulan saat itu mereka minum Johnnie Walker Blue Label atau Gentleman Jack ya? (Maklum lupa). Nah yang bikin heboh sebenarnya kejadian yang akan admin ceritakan nanti. Kira-kira 3 jam setelah adegan foto diatas, pacar si Cassy, Fathir mengundang fünfundzwanzig ke rumahnya dalam rangka party ultah. Seperti biasa, adegan mabuk-mabukan, merokok, menghisap ganja/shabu, transaksi narkoba, hubungan seksual sering dilakukan. Namun mungkin karena teman dari mereka, Tony mabuk berat dan saat itu dia stress berat dan kebetulan di dekatnya ada pisau maka dia berhalusinasi untuk membunuh seseorang. Nah mungkin karena apes pacarnya Hanan, Aldy lah yang kena tusuk dari si Tony. Dia tidak tertolong dan dia akhirnya meninggal. Walaupun begitu tetap saja mereka tidak jera atas perbuatannya. Saya bingung kenapa, apalagi anda?
No comments:
Post a Comment